Sabtu, 21 Februari 2015

ISLAM DAN BUDAYA ARAB

Sejumlah tanggapan menangkap kesan dari meme tsb bahwa Gus Dur anti budaya Arab. Kesan itu keliru sama sekali,Dgn bilang Islam bkn utk mengganti budaya kita dgn budaya Arab, tak lantas GD menyerukan sikap menolak budaya Arab GD hanya bilang, budaya Arab itu ya budaya, sama seperti budaya-budaya lain di dunia. Tak identik dg Islam Artinya, anda tak lantas lebih Islami hanya krn berjubah, bersorban, atau pake antum, akhi, milad, ahad. Anda hanya meng-arab. Tentu saja mengadopsi budaya Arab boleh2 aja. GD aja namanya Arab, sekolahnya di Timteng. Tp ya itu: Arab tak sama dgn Islam Nabi memang Arab, tp musuh Nabi kan juga Arab. Abu Jahal dan Abu Lahab juga bersurban dan berjubah, pake anta, antum, akhi dll. Lantas bgmn kita memposisikan relasi antara Islam dan Arab? Bgmn memahami hubungan keduanya? Di satu sisi Islam lahir di Arab, Nabi n kitabnya Arab, tp "shalihun li kulli zaman wa makan," relevan utk segala zaman dan tempat.Artinya, Islam agama yg universal. Bgmn keuniversalannya diekspresikan dlm konteks sejarah tertentu, misal Indonesia modern? Di sini GD tampil dgn idenya yg masyhur "pribumisasi Islam," keislaman yg mengakomodasi dan diserap budaya lokal.Pribumisasi Islam seringkali direduksi dgn contoh yg lalu kontroversial: GD mengganti assalamu alaikum dgn selamat pagi Contoh itu mereduksi poin utama GD bahwa universalisme Islam mesti ditampilkan dlm ekspresi2 kultural setempat. GD menjelaskannya dlm tulisannya yag lain: Universalisme dan kosmopolitanisme Islam: gusdur.net/pemikiran/Deta… Dlm artikel tsb GD menyatakan, Islam mengandung dimensi ajarannya yg universal: jaminan dasar yg diberikan oleh jaminan dasar yg diberikan agama samawi thd keselamatan warga baik sbg individu maupun kelompok. Jaminan keselematan tsb terdiri: keslamatan fisik, keyakinan/agama, harta, keluarga/keturunan, dan profesi Jaminan keselamatan thd 5 elemen itulah yg disebut sbg "tujuan syariah. Dan itu universal, selalu relevan di manapun kapanpun Tapi selain dimensi universal, Islam juga tampil sbg peradaban yg kosmopolit, terbuka thd akuluturasi dan adopsi budaya lain, Prinsip2 universal Islam tsb, mnrt GD, selalu ditampilkan dlm ekspresi sistem dan budaya yg beragam. Ini memperkaya peradaban Islam. Nah perwujudan prinsip2 universal islam dlm konteks budaya tertentu itulah yg disebut GD sbg pribumisasi,Pribumisasi Islam di Indonesia bisa beda hasilnya dgn pribumisasi Islam di Arab, krn konteksnya beda. Sebenarnya tak hanya cucu pendiri NU yg menyerukan pribumisasi Islam. Cucu pendiri Ikhwanul Muslimin juga sama,Tariq Ramadan, cucu Hasan Al Banna, yg tinggal di Eropa menyerukan pentingnya "Islam Eropa". Simak misalnya wwcr Tariq Ramadan ini: We Are Europeans en.qantara.de/content/interv… Sbgmn GD menegaskan wajah "Islam Indonesia" utk muslim Indonesia, Tariq R menekankan "Islam Eropa" utk muslim Eropa. Islam Eropa: muslim Eropa pd dasarnya adalh warga Eropa yg beragama islam, bkn muslim yg kebetulan di Eropa, Implikasinya: muslim Eropa dituntut menjadi muslim yg baik, pd saat yg sama juga warga negara yg baik, loyal pd negaranya. Bagi Tariq Ramadan, kesetiaan thd Islam tak lantas merusak loyalitas thd negara dan kultur lokal di mana muslim Eropa tinggal,Pribumisasi Islam GD juga muaranya sama: kesetiaan thd Islam loyalitas thd NKRI, dan merawat budaya sendiri hrs jalan bareng Dlm tingkat tertentu, sikap GD tsb mendapat penjelasan fiqhiyahnya dari Mbah Sahal Mahfudz dgn fiqh baru-nya. Kembali ke "Islam dan Budaya Arab", meme GD adlh penegasan ttg pentingnya penerjemahan universalisme Islam dlm kontkes setempat. Dan itu artinya penegasan ttg Islam Indonesia utk kaum muslim Indonesia. Bukan Islam Arab Hanya dgn cara itulah justru terbukti Islam itu shalih li kulli zaman wa makan, relevan utk setiap masa dan tempat. SEKIAN. referensi by sahal as.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer